MAKALAH PAI 1
“JIHAD”
Disusun oleh :
Rinto Aditya / D1A141029
Perihal :
Untuk memenuhi tugas makalah PAI 1
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS AL-GHIFARI
BANDUNG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Pemikiran yang lebih
mengedepankan rasionalitas dalam menanggapi segala aspek kehidupan,telah
menciptakan pemikiran baru yang beredar di masyarakat. Munculnya isu terorisme
dengan berdasarkan pada landasan jihad yang diyakini oleh beberapa pihak, telah
menciptakan paradigma baru yang timbul di dalam masyarakat saat ini. Masyarakat
telah banyak yang mengartikan bahwa agama Islam dengan “Jihad”nya membawa
perubahan pada sendi-sendi kehidupan umat Islam itu sendiri terutama di Negara
Indonesia yang notabene di klaim sebagai negara panganut agama Islam terbesar
di dunia.
Sebagaimana al-Quran dan
Hadits yang dapat ditafsirkan dengan berbagai sudut pandang, maka jihad juga
dapat ditafsirkan (sebagaimana al-Quran dan al-Hadits), tidak hanya oleh umat
muslim semata namun juga oleh umat non-muslim. Melalui
makalah ini kami mencoba menjelaskan jihad menurut pandangan beberapa
pihak, dengan harapan dapat memberikan sedikit pemahaman tentang jihad.
3)
Balasan bagi orang yang mati syahid
5)
Untuk mengetahui balasan bagi
orang yang berjihad.
BAB II
PEMBAHASAN
Jihad adalah lafadz Islam yang digunakan dengan makna “perang”. Kata “Jihad” berasal
dari kata kerja “Jaahada”, “yujaahidu”, ”mujaahadatan” dan “jihad”;
diambil dari kata “Juhdun” yang bermakna “pekerjaan keras dan berat”.
Imam Ar-Raghib Al-Asfahaniy mengatakan, bahwa jihad adalah penumpahan seluruh
kesanggupan untuk melawan musuh.
Ini adalah perjuangan bathin
secara terus-menerus dan penuh waspada melawan kejahilan dan kebodohan, hawa
nafsu dan sifat-sifat tercela dari jiwa rendah yang menjauhkan manusia dari
Allah. Ini adalah perjuangan hakiki melawan segenap musuh, kaum kafir dan kaum
zalim dari dalam. Senjata yang digunakan dalam al-jihad al-akbar ini
adalah mengingat Allah (dzikrullah).
Inilah perjuangan lahiriah
melawan orang-orang kafir, orang-orang tak beriman dan orang-orang zalim.
Sesungguhnya Jihad fisabilillah
merupaka sebuah kewajiban yang agung, sekaligus sebagai tiang penopang agama
ini,
sebagaimana yang telah di sabdakan Nabi Muhammad SAW :
“Pokok segala perkara adalah Islam. Tiangnya adalah Sholat. Dan
puncaknya adalah Jihad di jalan Allah.”
Dan sungguh Allah telah
memerintahkan perkara jihad ini dalam banyak ayat-Nya, bahkan menghasung serta
mendorongnya. Demikian pula nabi kita Muhammad SAW, beliau
memerintahkan Jihad, mendorongnya serta menghasungnya. Beliau jelaskan berbagai
keutamaan serta mamfaat–mamfaatnya. Sampai-sampai sebagian ulama menghitungnya
sebagai rukun ke enam dari rukun-rukun Islam, karena pentingnya perkara
tersebut. Juga karena begitu banyaknya dalil-dalil yang datang tentang masalah
ini baik dari ayat-ayat maupun hadits-hadits yang ada. Ini termasuk perkara
yang tidak di ragukan lagi tentang persyariatannya dan telah di sepakati oleh
para ilmu.
Masalah ini bahkan telah di susun dalam kitab-kitab hadits, Fiqih, dan tertuang
dalam ucapan-ucapan ahli ilmu. Tetapi jihad itu memiliki Syarat-syarat dan
batasan-batasan (aturan) yang mereka (ahlul ilmi) ambil dari Kitabullah serta
sunnah Rosulullah karena jihad merupakan perkara teramat penting.
Sebagaimana kita ketahui bahwa jihad dilaksanakan karena memiliki
beberapa tujuan yang harus dicapai. Secara teknis, ada dua macam jihad, yakni
jihad tuntutan dan jihad perlawanan. Tujuan dari kedua macam jihad ini adalah:
Ø Meninggikan kalimatullah, menyampaikan agama-Nya, mengajak manusia
kepada agama-Nya, serta mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya yang
terang benderang. Allah berfirman:
”Dan perangilah mereka itu,
sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata
untuk Allah…”(Al-Baqarah: 193)
ومالكمل لاتقا تلون في سبيل الله
والستضعفين من الرجال والنساء والولدان الذين يقولون ربنا اخرجنا من هذه القر ية الظا
لم اهلها واجعل لنا من لدنك وليا واجعل لنامن لد نك نصيرا.
“Mengapa kamu tidak mau
berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah, baik laki-laki,
wanita-wanita, maupun anak-anak yang semuanya berdoa, “ya Rabb kami,
keluarkanlah kami dari negeri ini (Makkah) yang zhalim penduduknya dan berilah
kami pelindung dari sisi Engkau dan berilah kami penolong dari sisi Engkau”
(An-Nisa’:75)
“Karena itu, barangsiapa
yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu.
Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah beserta rang-orang yang
beruat baik” (Al-Baqarah: 194)
Ketiga: Jika Imam (Khalifah) telah mengumumkan mobilisasi maka kaum muslimin
wajib berperang bersama-sama Imam melawan musuh, sekalipun Imam tidak
mengemukakan alasan-alasannya.
Jika kata “jihad” disebut dalam pengertian yang mutlak, maka yang
dimaksud adalah jihad dengan tangan (kekuatan). Jihad dengan tangan ini bisa
berhukum fardhu ‘ain, bisa juga fardhu kifayah. Kefardhuaanya menjadikan semua
yang berkaitan dengannya berhukum fardhu. Latihan jihad itu fardhu, niat jihad
itu fardhu dan semua usaha mempersiapkannya juga menjadi fardhu. Kefardhuan
tersebut dibebankan kepada seluruh kaum muslimin baik
laki-laki maupun perempuan, individu maupun kelompok- dan kadar kefardhuannya
pun bervariasi antara seseorang dengan yang lain.
Dilihat dari jenis obyeknya, jihad itu terdiri dari empat tingkatan,
yakni: jihad terhadap nafsu, jihad terhadap syaitan, jihad terhadap orang-orang
kafir dan munafik serta jihad terhadap orang-orang yang berbuat zhalim, bid’ah serta
munkar.
Jihad terhadap nafsu atau
memerangi nafsu ini terdiri atas empat cara atau tahapan:
Ø
Jihad dengan mempelajari ilmu dan
petunjuk, yaitu mempelajari agama yang haq. Seseorang tidak akan dapat mencapai
kejayaan, kebahagiaan di dunia dan akhirat melainkan dengan ilmu dan petunjuk.
Apabila dia tidak mau mempelajari ilmu yang bermanfaat, maka dia akan celaka
dunia dan akhirat
Ø Jihad dengan cara mengamalkan ilmu tersebut. Sebab, jika tidak
diamalkan, ilmu tidak akan bermanfaat, bahkan mungkin mendatangkan madlarat.
Ø Jihad dengan cara berdakwah sesuai dengan ilmu yang diamalkan atau
mengajarkan sesuatu (ilmu agama) kepada orang yang belum mempelajarinya. Jika
tidak, ia termasuk orang-orang yang menyembunyikan apa yang diturunkan Allah.
Maka ilmunya tidak bermanfaat dari siksa Allah swt.
Ø Jihad dengan cara bersabar atas segala kesulitan delam dakwah.
Misalnya, sabar terhadap caci maki orang. Hal yang demikian sepenuhnya kita
serahkan kepada Allah swt. Sebab, barang siapa yang berilmu dan mengamalkannya
disertai dengan sabar, ia akan didoakan para malaikat.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman danmengerjakan ama saleh dan nasihat menasihati
kebenaran dan nasihat menasisiahati supaya menetapi kesabaran” (QS. al-Ashr:1-3)
Apabila terpenuhi keempat
tingkatan tersebut maka ia akan termasuk sebagai orang yang Rabbani. Maka, para
Salafush Shalih bersepakat bahwa seseorang tidak dapat disebut sebagai seorang
yang Rabbani sampai ia dapat mengetahui kebenaran, mengamalkannya dan
mengajarkannya. Oleh karena itu orang yang berilmu, mengamalkannya dan
mengajarkannya, maka ia akan disanjung di sisi para Malaikat-Nya.
Ø Jihad dengan cara memerangi keraguan dalam iman dan segala bentuk
syubhat, dilakukan setelah yakin.
Ø
Jihad dengan cara memerangi hawa
nafsu dan segala keinginan yang merusak, dilakukan setelah bersabar.
“Dan
Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk
dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat
Kami” (As Sajdah: 24)
Allah mengabarkan bahwa kepemimpinan dalam agama hanya dapat diperoleh
dengan sabar dan yakin. Sabar itu akan dapat menolak syahwat dan
keinginan-keinginan yang merusak. Sedangkan yakin akan dapat menolak dari
keraguan dan syubhat.
Jihad terhadap orang-orang kafir lebih tepat jika dilakukan dengan
menggunakan kekuatan, sedangkan jiha terhadap orang-orang munafik lebih tepat
dengan menggunakan lisan.
Allah
Ta’ala berfirman :
“Wahai
Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan
bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah Neraka Jahannam, dan
itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (At-Taubah: 73)
Jihad ini memerlukan terpenuhinya syarat-syarat syar’iyyah
(syarat-syarat yang telah ditentukan oleh syari’at Islam), sebagai berikut:
Ø Jihadud Difaa’ (jihad defensif, pembelaan terhadap sebuah negeri
Muslim).
Jihad ini hukumnya fardhu ‘ain
atas seluruh penduduk negeri yang diserang oleh musuh (agresor). Jika penduduk
negeri tersebut lemah, maka mereka harus dibantu oleh penduduk negeri
tetangganya yang terdekat. Membela agama Allah merupakan salah satu faktor terpenting yang dapat
mewujudkan kemenangan. Menegakkan Din ini bisa dilakukan melalui perkataan,
perbuatan amal saleh ataupun berdakwah.
ولينصرن الله من ينصره ان الله لقوي عزيز. الذين ان مكنهم فى الارض اقامواالصلوة
واتوالز كوةوامروا بالمعروف ونهوا عن المنكر ولله عا قبة الامور
“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (orang-orang yang
menolong agama-Nya itu adalah) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan
mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat,
menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan munkar; dan kepada
Allah-lah kembali segala urusan” (Al-Hajj: 40-41)
Sedangkan di dalam buku Jundullah, Tsafaqan wa Akhlaqan,
disebutkan bahwa jihad itu ada lima macam, yakni: jihad dengan tangan, jihad
dengan lisan, jihad dengan harta, jihad dengan pengajaran dan jihad dengan politik.
Jihad dalam berbagai bentuknya itu merupakan jalan untuk melestarikan Islam,
serta melangsungkan dan menegakkan kalimat-Nya.
Memberikan sifat kepada orang-orang yang menghidupkan jihad yang wajib
-menurut ketentuan syari’at- dengan kata-kata terorisme adalah kesalahan yang
besar, fitnah, tuduhan yang tidak benar dan kesalahan yang fatal serta
kebodohan yang sangat.
Adapun melakukan kekacauan (anarki), menteror orang, melemparkan bom,
bunuh diri dengan bom mobil, menakut-nakuti orang yang aman atau orang-orang
yang dijaga keamanannya oleh negara, membunuh anak-anak, wanita dan orang tua
dengan nama jihad dari agama ini adalah tidak benar, perbuatan ini menentang
Allah ar-Rafiiq, Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum Mukminin.
Mereka telah keluar dari jalannya ulama yang pemahaman ilmunya sangat mendalam.
Mati Syahid, satu terminology yang saat ini sebagian masyarakat masih
phobia. Mati syahid sering di asosiasikan dengan jihad atau mati berperang
dalam Sabilillah. Lebih-lebih di era sekarang, sebagian oknum malah
menyimpangkan makna jihad dan mati syahid dengan terorisme, kekerasan,
pembunuhan, pengeboman dengan mengatasnamakan Islam.
Dalam Islam sendiri ternyata syahid tidak terbatas mati karena
berperang membela Islam. Rasulullah SAW bahkan menegaskan, kalau syahid
terbatas hanya pada peperangan maka akan sangat sedikit sekali umat
islam yang mendapatkan pahala mati syahid. Sesuai tuntunan Rasulullah SAW,
sebenarnya mati syahid meliputi banyak hal,
yaitu :
Ø
Mati dalam keadaan sedang
mengerjakan urusan agama Allah,seperti ; mengaji, nasehat, berhaji, mengurus
shodaqoh/ zakat,dan urusan agama lainnya.
Menurut hadist ibnu
majah, Rasulullah SAW menjenguknya (seorang sahabat yang sedang sakit) maka salah
seorang keluarganya berkata, “Sesungguhnya kami berharap bila kakek kami wafat nya syahid berperang dalam
sabilillah”, Rasulullah SAW menjawab:
Sesungguhnya mati syahidnya umatku jika begitu (mati dalam peperangan) niscaya
sedikit sekali (yang mati syahid),
berperang dalam jalan Allah itu syahid, mati karena sakit itu syahid, wanita mati melahirkan itu syahid yakni hamil, tenggelam dan terbakar dan majnub
yaitu mati sakit lambung itu mati syahid. Yang lebih menyenangkan adalah bahwa mati syahid ternyata biasa di minta dengan berdoa kepada
Allah. Jadi setiap muslim memiliki kesempatan untuk wafat dalam kondisi syahid
tanpa harus berperang dalam medan pertempuran atau berbuat kekerasan.
Mati syahid adalah idaman setiap Muslim karena mati syahid memiliki
keutamaan luar biasa. Dalam hadist Ibnu Majah Nomor
2798 disebutkan bahwa ketika seseorang mati syahid dua
orang bidadari memeperebutkannya untuk membawa ke surge dengan membawa pakaian
sutra yang indahnya mengalahkan dunia seisinya. Sayangnya hadis ini dhoif.
Al-Quran surat al-Imran 169,
Allah berfirman bahwa: “orang yang mati syahid sebenarnya tidak mati, namun tetap hidup disisi Allah dan mendapatkan rizki yang berlimpah”.
Sebagai pendukung ayat tersebut hadist Ibnu Majah no 2801 meriwayatkan bahwa orang yang mati syahid arwahya
dijelmakan burung hijau yang sarangnya di gantung di Arsyhnya Allah. Burung itu
setiap hari terbang mencari makan sesukanya di dalam surga. Masya Allah!
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
2)
Sedangkan terorisme adalah
serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan terror
terhadap sekelompok masyarakat. Terorisme tidak bisa di kategorikan sebagai
Jihad. Jihad dalam bentuk perang harus jelas pihak-pihak mana saja yang
terlibat dalam peperangan,
alasan perang tersebut di picu oleh kedzaliman kaum
Quraisyi yang melanggar hak hidup kaum muslimin.
3)
Islam selalu mengajak orang kepada
perdamaian dan kerukunan. Islam tidak pernah mengijinkan seseorang untuk
memerangi siapapun yang tidak bersalah. Namun dalam kondisi dimana umat islam di perangi, maka Islam pun
mengenal peperangan melawan kebatilan dengan melakukan kontak senjata dengan
syarat harus ada dakwah kepada mereka terlebih dahulu baik dengan lisan maupun
tulisan.
Said Hawwa. 1999. Membina
Angkatan Mujtahid, Studi Analisis atas Konsep Dakwah Hasan Al-Banna dalam
Risalah Ta’lim. Solo: Intermedia
Said bin Ali Al Qahthani.
1994. Dakwah Islam Dakwah Bijak, Jakarta: Gema Insani Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar