Minggu, 27 Desember 2015

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA II “KOEFISIEN PARTISI”

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA II
“KOEFISIEN PARTISI”

Oleh
NAMA / NIM : Rinto Aditya / D1A141029

PARTNER
1.      NAMA/NIM   : Icha Febrilia Utami / D1A140883
2.      NAMA/NIM   : Noviya Nur Asyifah / D1A140915
3.      NAMA/NIM   : Sri Rosmianti / D1A140916





LABORATORIUM FISIKA JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS AL-GHIFARI
BANDUNG
2015









BAB I
PRINSIP DAN TUJUAN


1.1  Tujuan
Mengetahui PH terhadap koefisien partisi yang bersifat asam lemah dalam campuran pelarut kloroform air.

1.2  Prinsip
Penentuan koefisien distribusi/koefisien partisi dari asam borat dan asam benzoat berdasarkan pada perbandingan kelarutan suatu zat dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yakni dalam minyak dan air.








BAB II
TEORI


2.1  Teori Dasar
Koefisien partisi lipida air suatu obat adalah perbandingan kadar obat dalam fase lipoid dan fase air setelah mencapai kesetimbangan. Peranan koefisien partisi obat-obat dalam bidang farmasi sangat penting. Teori-teori tentang absorbsi, ekstraksi, dan kromatografi banyak terkait dengan teori koefisien partisi. Kecepatan absorbsi obat sangat dipengaruhi oleh koefisien partisinya. Hal ini disebabkan oleh komponen dinding usus yang sebagian besar terdiri dari lipida akan sangat sukar dilakukan absorbsi. Obat-obat yang mudah larut dalam lipida tersebut dengan sendirinya memiliki koefisien partisi lipida-air yang besar, sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam lipida akan memiliki koefisien partisi yang kecil.
Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat-obat tersebut dilarutkan dalam air, sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan tergantung pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan (unionized) lebih mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut, dengan demikian pengaruh pH terhadap kecepatan absorbsi obat-obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah sangat besar. Untuk menghitung fraksi obat-obat yang tidak terionkan dapat digunakan persamaan Henderson – Hasselbach, yaitu :
o   Untuk asam lemah
o   Untuk basa lemah

Ada dua macam koefisien partisi:
a.    Koefisien partisi sejati atau TPC (True Partition Coefficient)
Untuk koefisien partisi ini pada percobaan harus memenuhi syarat kondisi sebagai berikut:
o   Antara kedua pelarut benar-benar tidak dapat campur satu sama lain.
o   Bahan obatnya (solute) tidak mengalami asosiasi atau disosiasi.
o   Kadar obatnya relatif kecil (<0,01 M).
o   Kelarutan solute pada masing-masing pelarut kecil.
Jika semua persyaratan tersebut dipenuhi, maka berlaku persamaan :
Dengan :
C1 = kadar obat dalam fase lipoid
C2 = kadar obat dalam ase air

b.    Koefisien partisi semu atau APC (Apparent Partition Coefficient)
    Apabila persyaratan TPC tidak dapat dipenuhi, maka hasilnya adalah koefisien partisi semu. Dalam biofarmasetika dan pada berbagai tujuan yang lain, umumnya memiliki kondisi non ideal dan tidak disertai koreksinya, sehingga hasilnya adalah koefisien partisi semu. Biasanya sebagai fase lipoid adalah oktanol, kloroform, sikloheksan, isopropil miristat, dan lain-lain. Fase air yang biasanya digunakan adalah larutan dapar. Pada keadaan ini berlaku persamaan:
     Dengan :
C20 = Kadar obat salam fase air mula-mula.
C2’  = Kadar obat dalam fase air setelah mencapai kesetimbangan.
a      = Volume fase air.
b      = Volume fase lipoid.
(Anonim, 2012)

Adanya pemahaman tentang koefisien partisi dan pengaruh pH pada koefisien partisi akan bermanfaat dalam hubungannya dengan ekstraksi dan kromatografi obat. Secara sederhana koefisien partisi suatu senyawa (P) dapat ditentukan dengan :
Dengan :
Co     = Konsentrasi senyawa pada fase organik.
Cw    = Konsentrasi senyawa dalam air.

Semakin besar nilai P maka semakin banyak senyawa dalam pelarut organik. Nilai P suatu senyawa tergantung pada pelarut organik tertentu yang digunakan untuk melakukan pengukuran. Beberapa pengukuran koefisien partisi dilakukan dengan menggunakan partisi air dan n-oktanol. (Ghalib, 2007)

Hukum distribusi atau partisi. Cukup diketahui bahwa zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-pelarut tertentu dibanding dengan pelarut-pelarut yang lain. Jadi iod jauh lebih dapat larut dalam karbon disulfida, kloroform, atau karbon tetraklorida daripada dalam air. Lagi pula, bila cairan-cairan tertentu seperti karbon disulfida dan air, dan juga eter dan air, dikocok bersama-sama dalam suatu bejana dan campuran kemudian dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Cairan semacam itu dikatakan sebagai tak dapat campur (karbon disulfida dan air) atau setengah campur (eter dan air), bergantung pada apakah satu kedalam yang lain hampir tak dapat larut atau setengah dapat larut.

Jika iod dikocok bersama suatu campuran karbon disulfida dan air serta kemudian didiamkan, iod akan dijumpai terbagi dalam kedua pelarut itu. Suatu keadaan kesetimbangan terjadi antara larutan iod dalam karbon disulfida dan larutan iod dalam air. Ternyata bila banyaknya iod diubah-ubah.  (Vogel, 1985)








BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN


3.1  Alat dan Bahan
a.    Alat
o   Tabung reaksi
o   Pipet
o   Pengukur PH
o   Inkubator
o   Batang pengaduk
o   Gelas kimia

b.    Bahan
o   Asam salisilat
o   Natrium hidroksida
o   Kloroform p.a

3.2  Cara Kerja
a.   Tahap 1

b.   Tahap 2

c.    Tahap 3
Tentukan kadar salisilat dalam fase air dan kloroform pada menit ke 0; 15; 30; 45; dan 60.

d.   Tahap 4
Buat kurva hubungan antara as.Benzoat dan air dengan kloroform.









BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1  Hasil atau data pengamatan
a.    Fase kloroform
Kloroform
t (waktu)
V. awal
V. akhir
V, terpakai
0 menit
0 Ml
3 mL
3 mL
15 menit
4 mL
8 mL
4 mL
30 menit
15 mL
19 mL
4 mL
45 menit
19 mL
21 mL
2 mL
60 menit
23 mL
28 mL
5 mL
Volume rata-rata
3.6 mL

b.    Fase air
Air yang mengandung asam benzoate
t (waktu)
V. awal
V. akhir
V, terpakai
0 menit
3 mL
4 mL
1 mL
15 menit
8 mL
12 mL
4 mL
30 menit
12 mL
15 mL
3 mL
45 menit
21 mL
23 mL
2 mL
60 menit
28 mL
30 mL
2 mL
Volume rata-rata
2.4 mL


4.2  Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam campuran pelarut kloroform-air. Pengertian koefisien partisi lipida air suatu obat adalah perbandingan kadar obat dalam fase lipoid dan fase air setelah tercapai kesetimbangan. Dalam bidang farmasi, peranan koefisien partisi obat-obat juga sangat  penting. Toeri-teori tenteng absorbsi, ekstraksi, dan kromatografi juga banyak terkait dengan teori koefisien partisi (Anonim, 2012).
Pada percobaan ini digunakan fase air berupa larutan dapar asam salisilat, dan yang berfungsi sebagai fase lipoidnya adalah kloroform. Koefisien partisi sangat mempengaruhi kecepatan absorbsi obat. Hal ini disebabkan karena kemampuan dinding usus yang sebagian besar terdiri dari lipid akan sangat sukar dilakukan absorbsi. Semakin besar koefisien suatu obat, maka semakin cepat pula obat tersebut terabsorbsi, atau dapat pula dikatakan jika obat mudah larut dalam lipid berarti koefisien partisi lipid-airnya besar.
Untuk obat-obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah, jika dilarutkan dalam air maka separuh dari itu akan terionisasi. Banyaknya fraksi obat yang  terion tergantung pada pH larutannya. Untuk obat asam lemah apabila pH makin besar, maka fase yang terionisasi juga makin banyak. Pada pH yang tinggi, obat akan mengalami peristiwa penggaraman dimana garam tersebut oleh air akan terurai menjadi bentuk-bentuk ionnya. Hal tersebut dapat terjadi pada asam salisilat, karena asam salisilat termasuk asam lemah. Maka jika pH semakin tinggi, asam salisilat akan terionkan, dan dalam fase lipoid akan tidak larut, tetapi pada fase air akan larut (menunjukkan bahwa pada pH yang tinggi, kadar asam salisilat dalam air tinggi dan dalam fase lipoid rendah).
Dalam praktikum ini digunakan larutan dapar asam salisilat dengan pH yang berbeda-beda yaitu 5, masing-masing tabung sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam 5 tabung. Digunakan larutan dapar bertujuan agar dapat mempertahankan harga pH larutan.
Selanjutnya, pada tiap tabung yang sudah terisi larutan dapar, ditambahkan 10 ml kloroform. Lalu akan terjadi dua lapisan atau dua fase zat cair yang tidak bercampur. Lapisan kloroform berada dibagian bawah, karena berat jenisnya lebih besar dibandingkan dengan berat jenis air pada larutan dapar. Selain itu karena adanya perbedaan sifat dari kedua fase tersebut dimana kloroform  bersifat non polar sedangkan dapar salisilat bersifat polar sesuai teori ”like dissolve like” yaitu larutan yang bersifat sama akan saling bercampur atau saling melarutkan.
Selanjutnya kelima tabung tersebut diinkubasi selama 60 menit pada suhu 37  menggunakan alat inkubator. Tujuan dilakukannya inkubasi adalah agar larutan menjadi setimbang, dimana dalam suatu reaksi kimia kecepatan reaksi ke kanan sama dengan kecepatan reaksi ke kiri. Dapat dikatakan pula jika pada temperatur, tekanan dan konsentrasi tertentu maka reaksi tersebut energinya sama antara produk dan reaktan, sehingga hubungan konsentrasi dan hasil reaksi tetap. Sedangkan suhu yang digunakan 37 adalah untuk menyesuaikan keadaan agar sesuai dengan suhu tubuh, karena setelah obat diminum akan mengalami fase farmasetik, farmakokinetik (ADME) dan fase farmakodinamik. Penggunaan kloroform sebagai fase lipoid karena kloroform memiliki sifat yang mirip dengan lipid yang ada dalam tubuh.
Selanjutnya dilakukan titrasi dengan 10 mL NaOH 0,01 M + 90 mL air, yang pada kedua larutan baik pada air yang mengandung asam benzoate atau kloroform keduanya di tambahkan 3 tetes fenolftalein sebagai indikatornya. Pada air yang mengandung asam benzoate didapatkan volume rata-ratanya yaitu 2,4 mL sedangkan untuk kloroform didapat volume rata-ratanya yaitu 3,6 mL.  









BAB V
KESIMPULAN

Ø  Larutan dapar salisilat berperan sebagai fase air.
Ø  Kloroform berperan sebagai fase lipoid.
Ø  Untuk titrasi air yang mengandung asam benzoate, waktu penyaringan fase tidak mempengaruhi volume titrasi.
Ø  Untuk titrasi kloroform, waktu penyaringan fase mempengaruhi volume titrasi, semakin lama waktu penyaringan maka semakin banyak pula volume titrasi yang terpakai.









LAMPIRAN


a.    Kurva
Ø  Air yang mengandung asam benzoate

Ø  Kloroform


b.    Gambar (hasil titrasi)








DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2012. Kumpulan Modul Praktikum Kimia Fisika. Surakarta : UMS.

Gandjar, Ibnu Ghalib, dkk. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar